Kamis, 31 Januari 2013

kelistrikan

"Sistem Kelistrikan" Wiring Diagram sepeda motor Honda SupraX125

Profesi / hobi otak-atik sepeda motor memang mengasyikkan, dari paling sederhana seperti merawat rantai roda, cek busi sampai yang paling sulit seperti bongkar pasang mesin ataupun menangani kasus kelistrikan yang bisa bikin rambut kepala cepat beruban (he...he...), apalagi kalau sudah terkena trouble shooting kelistrikan digital untuk motor-motor jaman sekarang " Injection System / Sistem Injeksi " bisa-bisa bikin rontok seluruh rambut kita.

Namun sobat otomotif tidak perlu khawatir, kali ini kami share-kan tips ringan mengenai "Sistem Kelistrikan" Sepeda Motor SupraX125. Coba lihat dan amati dengan seksama gambar dibawah ini :


Wah ..., rumit juga yach ....?
Eit..., tunggu dulu masih ada penjelasan lanjutannya .... ,
Gambar diatas merupakan sarana belajar efektif untuk menguasai alur sistem kelistrikan (Wiring Diagram). Hal ini mempermudah kita dalam mempelajarinya dibandingkan langsung ke unit sepeda motor dimana harus ngurutin satu persatu alur kabelnya. Apalagi kalau kabel-kabelnya sudah termodifikasi oleh tangan-tangan tidak bertanggungjawab, pasti warna kabel standar pabrikannya sudah berubah semua alias warna mendung kelam.
Untuk lebih jelasnya bisa lihat maket wiring diagram - nya dibawah ini :
Maket wiring diagram dari gambar diatas sudah dilengkapi dengan kode-kode warna kabel standar pabrikan, termasuk skema/letak kabel (warna) pada CDI/ICM (Ignition Control Module), Regulator Rectifier (Kiprok) dan Relay Starter (Bendig).
Wah ..., kliatannya lebih cocok untuk temen-temen training, SMK dan LPK kali ya .....?
Tidak juga ... !,
Sekarang mari kita bahas salah satu contoh "Trouble Shooting" Sistem Kelistrikan  
"Memfungsikan Komponen HORN (Klakson)"
Komponen yang bekerja : Battery - Fuse (Sekring) - Kunci Kontak - Switch Horn (Tombol Klakson) - Horn (Klakson)
Alur Kabel Arus : Battery (R) - Fuse 15A (R1) - Fuse 15A (R2) - Ignition Switch (R) - Ignition Switch (R/Bl) - Fuse 10A (R/Bl) - Fuse 10A (Bl) - Switch Horn (Bl) - Switch Horn (Lg) - Horn (Lg)
Alur Ground / Massa : Battery (G) - Horn (G)
Setelah kabel tersambung sesuai alurnya Kunci Kontak di ON kan kemudian Tombol Horn ditekan - bunyi dech ( Diiiiin Diii......iiin)
Keterangan warna kabel :
R = Red (Merah)
R/Bl = Red/Black (Merah/Hitam)
Bl = Black (Hitam)
Lg = Light Green (Hijau Muda)
G = Green (Hijau)
Coba perhatikan gambar skema wiring berikut ini :

pengapian cdi ac

Sistem kerja Pengapian CDI-AC dan DC

Pada era sebelum tahun 2000-an, umumnya sepeda motor menggunakan sistem pengapian CDI-AC. Dan pada era tahun 2000 sampai sekarang hampir bisa dikatakan seluruh motor telah menggunakan sistem pengapian CDI-DC. Keuntungan dari sistem CDI-DC adalah tegangan yang dihasilkan lebih stabil bila dibandingkan dengan sistem pengapian CDI-AC.

Cara kerja sistem pengapian CDI-AC

Pada saat magnet berputar akan menghasilkan tegangan AC dalam bentuk induksi listrik yang berasal dari kumparan atau biasa di sebut spool. Arus listrik akan dikirimkan ke CDI dengan tegangan antara 100-400volt, tergantung putaran mesin.

Selanjutnya arus bolak-balik (AC) yang berasal kumparan di jadikan arus searah (DC) oleh diode dan disimpan di kapasitor pada CDI unit.

Kapasitor tidak akan melepas arus sebelum komponen yang bertugas menjadi pintu (SCR) bekerja. Bekerjanya SCR apabila telah mendapatkan sinyal pulsa dari kumparan/pulser CDI (Pulse generator)yang menandakan saatnya pengapian.

Dengan berfungsinya SCR tersebut, menyebabkan kapasitor melepaskan arus (discharge) dengan cepat. Kemudian arus mengalir ke kumparan primer koil pengapian dengan tegangan 100-400volt, kemudian terjadi induksi dalam kumparan sekunder dengan tegangan sebesar 15 KV sampai 20 KV. Tegangan tinggi tersebut selanjutnya mengalir ke busi dalam bentuk loncatan bunga api yang akan membakar campuran bensin dan udara dalam ruang bakar.

Pemajuan saat pengapian terjadi secara otomatis yaitu saat pengapian dimajukan bersama dengan bertambahnya tegangan pulser (pulse generator) akibat kecepatan putaran mesin motor.

Cara kerja sistem pengapian CDI-DC

Sistem pengapian CDI-DC hampir sama cara kerjanya dengan sistem pengapian CDI-AC, cuma pada sistem pengapian CDI-DC tegangan sumbernya berasal dari bateray atau AKI (accu), bateray memberikan suplai tegangan 12V ke sebuah inverter (bagian dari unit CDI). Kemudian inverter akan menaikkan tegangan menjadi sekitar 350V. Tegangan 350V ini selanjutnya akan mengisi kondensor/kapasitor. Dan arus baru akan dilepaskan ke koil jika telah ada perintah dari pulser CDI.

Keunggulan dari CDI-DC adalah tegangan sumbernya stabil karena berasal dari baterai (aki), berbeda dengan pengapian sistem CDI-AC yang tegangannya naik turun ikut putaran mesin. Untuk motor SUZUKI di Indonesia, yang memakai CDI-DC pertama kali adalah SHOGUN FD110








Skema Pengapian CDI-AC











Skema Pengapian CDI-DC

Kamis, 24 Januari 2013

cara kerja transmisi otomatis

1. Uraian
Sistem CVT (Continously Variable Transmission), adalah sistem otomatik yang dipasang pada beberapa tipe sepeda motor saat ini. Sistem ini menghasilkan perbandingan reduksi secara otomatis sesuai dengan putaran mesin, sehingga pengendara terbebas dari keharusan memindah gigi sehingga lebih nyaman dan santai. Contoh sistem transmisi otomatis / cvt (Mio, Spin, Vario,dll)

Mekanisme V-belt tersimpan dalam ruangan yang dilengkapi dengan sistim pendingin untuk mengurangi panas yang timbul karena gesekan sehingga bisa tahan lebih lama. Sistim aliran pendingin V-belt ini dibuat sedemikian rupa sehingga terbebas dari kotoran / debu dan air. Lubang pemasukan udara pendingin terpasang lebih tinggi dari as roda untuk menghindari masuknya air saat sepeda motor berjalan di daerah banjir. ( baca MEKANIK 2 PRORAM REGULER 1 BLN disini ).
   sistem transmisi otomatik                                 sistem transmisi konventional
2. Kelebihan Utama Dari sistim CVT
Sistim CVT dapat memberikan perubahan kecepatan dan perubahan torsi dari mesin ke roda belakang secara otomatis. Dengan perbandingan ratio yang sangat tepat tanpa harus memindah gigi, seperti pada motor transmisi konventional. Dengan sendirinya tidak terjadi hentakan yang biasa timbul pada pemindahan gigi pada mesin-mesin konventional. Perubahan kecepatan sangat lembut dengan kemampuan mendaki yang baik. Sistim CVT terdiri pulley primary dan pulley secondary yang dihubungkan dengan V-belt
Rangkaian Rute Tenaga
1. Poros engkol langsung mengkopel pulley primary dan dengan V-belt memutar pulley secondary.
2. Untuk menggerakan roda belakang menggunakan kopling centrifugal yang akan memutar rumah kopling
3. Gaya centrifugal dari putaran rumah kopling ke putaran roda, direduksi melalui roda gigi perantara (gearbox) sehingga menghasilkan dua tahap reduksi.
3. Konstruksi dan Fungsi
Sistim transmisi otomatik terdiri dari 2 bagian, yaitu :
A . Bagian Pulley Primary ( Pulley Pertama )
Pada bagian poros engkol terdapat collar yang dikopel menyatu dengan fixed sheave (kita sebut F sheave), yaitu bagian pulley yang diam dan cam. Adapun sliding sheave (kita sebut S sheave) piringan pulley yang dapat bergeser terdapat pada bagian collar.
Untuk menarik dan menjepit V-belt terdapat rangkaian slider section. Piringan pulley yang dapat bergeser ( S sheave ) akan menekan V-belt keluar melalui pemberat (roller weight) karena gaya centrifugal dan menekan ” S ” sheave sehingga bentuk pulley akan menyempit mengakibatkan diameter dalam pulley akan membesar.
 
B . Bagian Pulley Secondary ( Pulley Kedua )
Terdiri dari piringan yang diam ( fixed sheave ) berlokasi pada as primary drive gear melalui bearing dan kopling centrifugal (clutch carrier) terkopel pada bos di bagian fixed sheave. Piringan pulley yang dapat bergeser / sliding sheave menekan V-belt ke piringan yang diam (F sheave ) melalui tekanan per.
Rumah kopling terkopel menjadi satu dengan as drive gear. Pada saat putaran langsam kopling centrifugal terlepas dari rumah kopling sehingga putaran mesin tidak diteruskan ke roda belakang.
4. Sistem Pendinginan Pada Rumah V-Belt dan Bagian Sliding
A.    Pendinginan V-Belt
Suhu dalam rumah V-belt sangat panas adapun panas yang ditimbul­kan disebabkan oleh :
• Panas V-belt itu sendiri (adanya koefisien gesek / sliding pada bagian pulley)
• Koefisien gesek dari kopling centrifugal
• Panas karena mesin
• Lain-lain
Untuk itu pendinginan mutlak harus diberikan, sehingga diperlukan kipas pendingin dan sirkulasi udara yang baik untuk mengurangi panas yang timbul.
Panas yang timbul secara berlebihan akan merusakkan V-belt dan mempengaruhi umur dari V-belt. Begitu juga kebersihan udara pendinginan tidak kalah pentingnya oleh karena itu dilengkapi dengan saringan udara untuk menyaring debu dan kotoran lain. Kemampuan pakai V-Belt 25.000 km.
B. Pelumasan Tipe Basah dan Tipe Kering Untuk Bagian Sliding
Penggerak sistim V-belt, terdiri dari banyak bagian yang bergeser untuk itu sangat penting dilindungi dari keausan dan juga agar dapat memberikan perbandingan ratio yang sesuai, sehingga system pelumasan sangat penting. Untuk pelumasan basah pada bagian-bagian secondary, as, bearing dan untuk pelumasan kering pada bagian pemberat dan sliding bos. (baca Perawatan Motor Matic di sini)
5. Cara Kerja Sistem Penggerak CVT
A.    Putaran Langsam
Jika mesin berputar pada putaran rendah, daya putar dari poros engkol diteruskan ke Pulley Primary – V-belt – Pulley Secondary – dan Kopling Centrifugal.
Dikarenakan tenaga putar belum mencukupi, maka kopling centrifugal belum mengembang.
Disebabkan gaya tarik per pada kopling masih lebih kuat dari gaya centrifugal, sehingga kopling centrifugal tidak menyentuh rumah kopling dan roda belakang tidak berputar.
B. Saat Mulai Berjalan
Pada saat putaran mesin bertambah kurang lebih 3.000 rpm, maka gaya centrifugal bertambah kuat dibandingkan dengan tarikan per sehingga mengakibatkan sepatu kopling mulai menyetuh rumah kopling dan mulai terjadi tenaga gesek. Dalam kondisi ini V-belt di bagian pulley primary pada posisi diameter dalam (kecil) dan di bagian pulley secondary pada posisi luar (besar) sehingga menghasilkan perbandingan putaran / torsi yang besar nenyebabkan roda belakang mudah berputar. Kopling centrifugal menyentuh rumah kopling. Kopling centrifugal mulai mengembang dari putaran 2.550 ke 2.950 rpm. Kopling terkopel penuh pada putaran 4.700 ke 5.300 rpm
C. Putaran Menengah
Pada saat putaran bertambah, pemberat pada pulley primary mulai bergerak keluar karena gaya centrifugal dan menekan primary sliding sheave ( piringan pulley yang dapat bergeser ) system fixed sheave (piringan pulley yang diam) dan menekan      V-belt kelingkaran luar dari pulley primary sehingga menjadikan diameter pulley primary membesar dan menarik pulley secondary ke diameter yang lebih kecil.
Ini dimungkinkan karena panjang V-beltnya tetap. Akhirnya diameter pulley primary membesar dan diameter pulley secondary mengecil sehinggga diameter pulley menjadi sama besar dan pada akhirnya putaran dan kecepatan juga berubah dan bertambah cepat.
D. Putaran Tinggi
Putaran mesin lebih tinggi lagi dibandingkan putaran menengah maka gaya keluar pusat dari pemberat semakin bertambah. Sehingga semakin menekan V-belt ke bagian sisi luar dari pulley primary (diameter membesar) dan diameter pulley secondary semakin mengecil. Selanjutnya akan menghasilkan perbandingan putaran yang semakin tinggi
Jika pulley secondary semakin melebar , maka diameter V-Belt pada pulley semakin kecil , sehingga menghasilkan perbandingan putaran yang semakin meningkat.
E. Cara Kerja Kopling Centrifugal Kering
Kopling terkopel : Sepatu kopling bergerak keluar dan memindahkan tenaga melalui gaya centrifugal.
F. Torsi Cam / Cam Penambah Torsi
Cam penambah torsi / torsi cam dapat disebut dengan nama “Sensor torque “ perangkat ini dapat membuat sliding sheave / piringan yang dapat bergeser secara otomatis bekerja jika torsi gaya putar yang besar diperlukan, misalnya pada kondisi mendaki atau penambahan kecepatan.
Gambar dibawah ini ( gbr A ) menjelaskan pada pengoperasian kondisi normal. Apabila jalan mendaki atau penambahan percepatan beban roda belakang akan bertambah berat maka sliding sheave / piringan yang dapat bergeser pada pulley secondary akan tergeser ke depan disebabkan adanya alur torsi cam yang mengarahkan kedalam sehingga diameter pulley secondary akan membesar dan torsi roda belakang akan bertambah besar ( seperti pada gbr B ).
G. Gear Reduksi
Untuk menghasilkan total perbandingan putaran yang ideal antara poros engkol dan roda belakang diperlukan gear reduksi dengan dua kali reduksi. Tipe pertama roda gigi miring / helical gear untuk mengurangi noise, adapun untuk gear main axle dan gear drive axle dengan tipe roda gigi lurus / spur gear.
Untuk gear reduksi ini menggunakan pelumasan yang ada didalam gearbox yang terpisah dengan rumah V-belt dan rumah rem.
Perawatan sistim perapat / sealing
(A)  Bagian seal oli
Kehalusan permukaan as ( crankcase, collar as drive. Bos secondary fixed sheave )
Pada saat pemasangan periksa dari kondisi seal oli
Komponen yang tidak boleh tersentuh oli :
a. V-belt, permukaan piringan primary dan secondary . Sebab : Timbul suara noise slip
b. Kopling centrifugal dan rumah kopling . Sebab : Clutch judder / kopling bergetar
(B) Bagian dalam ruang V- Belt
Proses pemasangan : Pemasangan yang kurang tepat
(C) Lain – lain
Proses pemasangan : Gasket tidak terpasang, o-ring motor starter putus / sobek.
Aus Pada Bagian Yang Bergeser / Sliding
Perubahan ratio berubah tergantung dari tenaga tekan pada bagian piringan yang dapat bergeser / sliding sheave. Sehingga kelancaran geser adalah salah satu faktor yang mempengaruhi variasi perubahan, untuk itu bagian-bagian yang bergeser perlu perhatian khusus pada saat perawatan juga harus dihindarkan dari kebocoran bagian seal.
Bagian penting pada bagian yang bergeser :
1. Bagian Primary
Sliding section                    : Surface roughness/looseness of s.sheave fitted section
Roller weight section       : Surface roughness of cam surface (s.sheave and cam)
Fitted section                       : Outside diameter accuracy and roughness of collar
: Inside diameter accuracy and roughness of s.sheave bush
Sheave surface and V-belt    : Roughness of sheave surface
2. Bagian Secondary
Torque cam section             : Roughness of groove and pin
Fitted section                          : Outside diameter accuracy and roughness of collar
: Inside diameter accuracy and roughness of s. Sheave bush sheave and s.sheave
Heave surface and V-belt      : Roughness of sheave surface
Sumber : http://www.arsakursusmekanikmotor.com

Artikel ini dibuat dengan menggunakan keywords :
transmisi otomatis, sistem transmisi otomatis, komponen transmisi otomatis, cara menggunakan transmisi otomatis, pengertian transmisi otomatis download, cuci mobil otomatis, mesin cuci mobil otomatis, alat cuci mobil otomatis, harga mesin cuci mobil otomatis, bisnis cuci mobil otomatis, mesin otomatis, mesin penetas telur otomatis, mesin uang otomatis, mesin sablon otomatis, mesin penghasil uang otomatis


  tips and trik

Kamis, 17 Januari 2013

racing

tune up 116cc

porting

Gara-gara wacana pertamax buat motor, jadi ngoprek kompresi nih. Untuk menaikan kompresi pada mesin 2 tak, cukup dilakukan pembubutan pada head block (tutup block). Tapi sebaiknya dihitung dulu kompresi aslinya. Pertama hitung volume silindernya, yang perlu dicari adalah nilai stroke dan bore-nya. Untuk mengukur stroke dapat dilakukan dengan cara seperti gambar dibawah ini:

Setelah diukur didapat panjang stroke adalah 51 mm, padahal seharusnya 52 mm. Hal ini disebabkan piston bukan benar2 berada di titik terendah (susah ngepasinnya). Diameter piston OS 50 adalah 52,5 mm. Maka volume silinder adalah :
vs = phi*r*r*s
dengan r = jari-jari silinder atau 1/2 Diameter silinder/piston (D). Sehingga
vs = phi*(D/2)*(D/2)*s
= phi*D*D*s/4
= phi*52,5*52,5*51/4 = 110402.43 = 110.4 cc
Untuk menghitung volume ruang bakar, tuangkan oli samping pada head block dengan busi yang terpasang. Lalu tuang oli samping pada gelas yang ada lekukan di bibir gelasnya. Ukur volume oli dengan tabung jarum suntik. Takaran dari tabung jarum suntik adalah 3 cc.

Volume ruang bakar (vp) saya ukur berkisar antara 11,5 cc hingga 12 cc. Maka didapat nilai2 kompresi berikut
Kompresi (12 cc) = (vs+vp)/vp = 10.2
Kompresi (11,5 cc) = (vs+vp)/vp = 10.6

Misalkan memang benar seharusnya stroke-nya 52 mm, maka
vs = phi*52,5*52,5*52/4 = 110402.43 = 112.5 cc
Kompresi (12 cc) = (vs+vp)/vp = 10.375
Kompresi (11,5 cc) = (vs+vp)/vp = 10.78
wuihhh makin tinggi saja ! Padahal seharusnya hanya 7.1 : 1 menurut daftar berikut :


Pertamax dong minuman fizr gw. Untuk kompresi 7.2 : 1 dengan seher standar 52 mm maka:
vs = phi*52*52*52/4 = 110433 = 110.4 cc
Kompresi (14,5 cc) = (vs+vp)/vp = 8.75
(vs+vp)/vp = 7.2
110.4 + vp = 7.2 vp
vp = 110.4/8.2 = 13.46 cc
Kalau vp = 12 cc maka kompresi menjadi 10.2, wah beda cuman 1,46 cc jadinya jauh banget yah :) .
Lingkar terbesar pada head silinder adalah 52 mm, maka luasnya adalah : 2123,7 mm2. Kalau head dibubut 1 mm saja maka volume ruang bakar yang hilang adalah 2,213 cc ! dan
kompresinya menjadi :
(110,4 + 9,787)/9,787 = 12,28 ! Bablas ewes.. ewes…

Bubut…………….vp…………….kompresi
0,1 mm…………..11.7787……..10.37
0,2 mm…………..11.5574……..10.55
0,3 mm…………..11.3361……..10.74
0,4 mm…………..11.1148……..10.93
0,5 mm…………..10.8935……..11.34

Jadi untuk f1zr maka perlu hati-hati kalau mau membubut head block untuk menaikan kompresi. Padahal tadi head block sudah saya gesek-gesekan diatas kertas amplas yang diatas kaca meja. Semoga tidak terbubut hingga 0,4 mm. Oh yah bagian clearance-nya juga harus diamplas/bubut. Oh yah perlu diketahui menaikan kompresi berarti :
- menaikan panas blok, mesin bisa jadi gampang overheat dan piston macet
- menaikan tekanan pada mur-baut blok, mur-baut yang digunakan untuk mengencangkan tutup blok adalah bagian yang rawan rusak.
Updated 21 July 2011
Baru nyadar kalau langkah stroke melewati lubang exhaust dan lubang masukan(yang berarti ngga bisa ngompres :) .. ada lubang ). Jadi ngga bisa ngitung kompresi pakai panjang stroke. Tapi mesti panjang silinder diatas lubang2 itu. Sementara hitung-hitungannya di delete dulu. Trims buat komentator ryo :) .
About these ads